Juara 3 Guyonan Novel Seribu Tahun Cahaya
Dicari buku dengan identitas :
Judul | : | Seribu Tahun Cahaya (kayaknya umur buku, nggak semanis judulnya) |
Pengarang | : | Mad Soleh (Bukan saudara Mad Solar, dan tidaklah sesoleh namanya) |
Penerbit | : | Penerbit Pustaka Bimasakti (meski belum tenar) |
Jumlah Halaman | : | vi + 245 halaman (ditambahi dengan gambar yang lucu, ala Yos Gandhos) |
Ukuran | : | 14,5 x 20 cm |
ISBN | : | 978-979-19442-0-5 |
Harganya | : | Meski tergolong mahal Rp 40.000,00, kalau dapat diskon 20% menjadi Rp 32.000,00 |
Penghargaan | : | Buku terlaris karena banyak dicari pembeli untuk mengikuti kompetisi ini |
Membeli buku ini tidak pernah menjadi agenda yang direncanakan. Namun terlebih karena kompetisi ini membutuhkan pembatas buku sebagai syarat dari perlombaan. Sungguh ini adalah strategi bagus unutk menarik minat beli dari pembaca, yang sebenarnya tidak terlalu tertarik membacanya. Melihat perlombaannya sudah terlihat aneh, dengan hadiah yang beruurtan sesuai dengan deret ukur, entah aneh atau unik lain dari yang lain. Keluar dari yang dianggap wajar. Nyleneh dan tentunya aneh.
Seribu Tahun Cahaya, terbayang langsung sebuah besaran dalam sistem astronomi yang mengambil dasar dari kecepatan cahaya 3x108 m/s. kalau dihitung pasti itu adalah sebuah jarak yang tidak pendek. Sejauh perjalanan dari Bahlol dan teman- teman dalam ekspedisi Planet Zarah. Entah dari mana nama Zarah, direkomendasikan. Yang pasti nama itu tidak ada dalam nama planet yang sekarang ini.
Buku ini, yang dikategorikan oleh penulis sebagao novel, memang aneh sangat beda jauh dari apa yang sering dibaca. Di halaman awal sudah kita temukan sebuah ganjil, yang konyol dan super boong. Imagination is more important than knowledge (Albert Einstein), tidak ada yang salah dengan kata ini. Namun penerjemahannyalah yang salah. Masa dengan arti berkhayal lebih menyenangkan dari pada belajar. Memang benar. Tapi Pak Dhe Einstein bukan seperti itu maksudnya. Bahwa hampir semua ilmuwan yang berhasil menemukan penemuan besar (pasti Mad Soleh tidak akan masuk), memulai penelitian dari mimpi. Bill Gate bermimpi dimana setiap rumah atau bangunan yang ber-windows akan menggunakan OS Windows buatannya. Bukan kok terus berkhayal, karena keenakan berkhayal. Mungkin juga buku kecil ini adalah hasil khayalan tingkat tinggi, dari Mad Soleh. Buktinya banyak tokoh, cerita yang benar- benar fiktif.
Berlatar keadaan super canggih dunia tahun 2099. Novel ini, atau lebih tepat disebut sebagai kumpulan guyonan, menceritakan kisah orang- orang pintar. Mulai dari Bahlol, Tong Koo Song, John Lemon, Siti Nurhalida, Cui Lan Cuo, dan Yok Opo Ini. Nama mereka memang sungguh aneh. Dalam pikir manusia mereka lebih tepat, meniru dan memodifikasi sedikit dari nama yang sering kita dengar. Siti Nurhaliza, Yoko Ono, John Lenon, merupakan nama- nama orang tenar. Namun kalau Bahlol, yang berarti orang bodoh belum dapat ditemukan tokoh yang bernama hampir sama. Atau jangan- jangan menyindir orang bodoh yang ada di Indonesia. Karena dikisahkan Bahlol berasal dari Indonesia. Mereka berenam adalah antariksawanti. Sebutan untuk antariksa masa itu.
Ada satu yang narsis di sini. Mentang- mentang penulis adalah orang Lamongan, maka terkesan bahwa pusat segala kecanggihan Indonesia saat itu, terletak di Lamongan Kota Soto itu. Mulai dari pusat luar angkasa, hingga Tanjung Kodok yang tidak hanya Pusat Wisata, diubah menjadi Pusat Luar Angkasa. Disebutkan pula bahwa saat itu Indonesia menjadi satu- satunya negara yang mampu menjelajah luar angkasa, dengan kecepatan tinggi. Uuuh semoga ini bukan mimpi di tengah siang bolong Mad Soleh saja. Kelak mimpi Mad Soleh menjadi kenyataan seperti mimpi pemimpin bangsa saat ini. Marwah Daud Ibrahim, IESQ Ari Ginandjar menargetkan hal tersebut. Bahkan Amerika disebut sebagai Negara Tanpa Merica, meski memang tidak punya hasil pertanian berupa merica kenyataannya. Kurang etis ini, tidak dapat ditebak, jikalau agen Amerika menemukan buku ini di Toga Mas, Gramedia, atau toko lainnya.
Indonesia menjadi RIS kembali, Republik Indonesia Serikat. Lagu kebangsaan Indonesia Raya berubah menjadi Indonesia Kaya Raya. Ada dua tafsir dari kata ini, menjadi ‘KAYA’ yang sangat raya, atau menjadi hanya kaya (seperti) ‘RAYA’. Menjadi hanya mirip keadaan seperti ini.
Keenam antariksawanti mampu mendarat ke Planet Zarah, planet nan jauh di mato, yang diharapkan mampu menggantikan bumi yang sudah tua. Liburan di Planet Zarah harus dipulangkan, karena konflik dengan Negara Tanpa Merica. Kalau ini berbeda dengan keadaan saat ini, dimana Indonesia masih menjadi salah satu Negara yang patuh, bertekuk lutut pada USA si Negara Tanpa Merica itu. Setibanya di bumi, mereka mendapat tugas besar kembali. Tentunya selepas lelah dan penat, hilang pastinya. Mereka mendapat tugas untuk ekspedisi yang kedua. Berangkat kembali ke Planet Zarah. Namun kali ini mereka harus berpasangan sebagai suami- istri. Hal ini untuk menguji kemampuan reproduksi manusia, di sana di Planet Zarah. Dan terpaksa keenam pasang itu dijodohkan secara paksa oleh Pak Dulkamit, kepala lembaga antariksa Pangkal Peluang Tanjung Kodok. Dengan Bahlol dengan Siti, John dengan Cui, serta Tong dengan Yok.
Namun mereka semua menolak, kecuali Tong dan Yok yang sebenarnya terpaksa karena dijebak oleh teman- teman mereka. Dan terpaksalah Tong dan Yok menjadi pasangan dadakan. Hehehe sepertinya Mad Soleh, sudah pengalaman terhadap hal ini.
Kisah kebohongan Siti, yang menyamar dengan nama Perempuan yang (tidak) Terbuat dari Bayang- bayang. Rasa cinta pada Bahlol terpaksa ia sembunyikan, ketika sebelumnya Bahlol pernah melamarnya. Di akhir cerita digambarkan bahwa Siti mengakui cintanya pada Bahlol saat ia telah terbaring sakit. So sweet…..
Kisah- kisah yang ditampilkan terkesan terpisah satu sama lain. Setiap sub bagian atau sub bab memiliki masalah sendiri, dan kadang- kadang tidak matching dengan judul yang ditampilkan. Berbicara judul setiap bab, kadang menggelitik. No women no cry, mirip- mirip iklan sabun mandi Nuvo jadinya. Atau yang jiplak Nuvo. Waallahu’alam. Ini plagiat slogan. Tong Koo Song Nyaring bunyinya, mirip peribahasa “Tong Kosong nyaring bunyinya” entah menindir siapa, entah Tong tokoh yang berlantang berbicara, atau memang tong yang kosong ynag berbunyi. Sayur Sembukan, di Blora tempatku daun sembukan untuk pakan sapi, bukan pakan manusia. Atau mungkin pikir penulis adalah masa mendatang semua tanaman dapat dimanfaatkan untuk manusia.
Mad Soleh sangat lihai menguraikan sebuah mimpi. Mimpi Indonesia kelak di 2099. Dalam menguraikan terkesan narsis dan kadang keterlaluan. Mulai dari terlalu seringnya menyebut Lamongan sebagai pusat segalanya. Makanan- makanan yang terkesan ‘ndeso’ seolah menjadi makanan yang beken dan mengalahkan pusat makanan saat ini.
Novel ini sangatlah menjunjung kearifan lokal (local wisdom) yang dijelaskan dengan nasis. Terkesal berlebihan dan kadang tidak masuk akal. Novel ini menurut hemat saya, belum dapat dikatakan novel. Akan lebih baik kalau masalah- masalah yang ada dibahas dan digambarkan secara gambling. Karena novel ini terkesan hanya membahas sebatas dengkul kurang mendalam. Cerita super fiksi ini, kenapa karena hampir semua bagian tidak dapat ditemukan dalam keadaan sekarang. Khayal kita yang membaca kadang pun tidak sampai memikirkannya. Mulai pindah tempat ke Palnet Zarah, semua jenis buah dapat disilangkan hingga muncul buah Khusd, petai tanpa bau, mobil yang bisa terbang, benda yang super ringan namun super kuat. Semua benar- benar fiktif tanpa logika membuatnya.
Dalam cetakan ada beberapa kesalahan seperti penulisan teknologi yang ditulis tekonlogi (hal.9), mencarai (hal.17) dan yang lainnya. Meski ini novel pertama Mad Soleh, semoga bukan yang terakhir, namun yang pasti editor sudah berapa kali mengedit novel dan buku lainnya. Kesalahan cetak kadang belum sempurna dalam proses editing. Jangan sampai kesalahan seperti ini terulang pada cetakan atau terbitan selanjutnya. Ada kata- kata yang dalam bahasa jawa ada arti, namun tidak dijelaskan artinya dalam buku ini. Misalkan abab (hal.27) yang kalau tidak salah artinya adalah bau mulut, tidak disebutkan artinya disini. Padahal yang membaca buku belum tentu adalah orang jawa.
Ada pesan tersirat yang merupakan auto kritik buat kita semua. Semisal dana pendidikan yang disebutkan di awal buku sampai 30%, sedang di Indonesia kita masih berkutat 20% itupun masih sering kena potongan saku jas orang berdasi. Pluuhhh. Kasus Ceriyati yang dalam buku ini di sindir dengan begitu halus, dan jangan karena terlalu halus justru tidak merasa disindir. Cerita pemilihan keenam antariksawanti melalui audisi, menyindir dunia instan dalam entertainment di Indonesia.
“Berbakti kepada negara tidak harus dengan menjadi presiden” ini adalah subtansi yang bagus. Berkebalikan dengan ketiga pasangan capres- cawapres kemarin. Kalimat penutup buku ini “Separuh hidup ini adalah ironi, dan separuhnya lagi adalah humor” mirip dengan buku ini.
Beli kerang di Pantai Buru
Tempatnya jauh dari sini
Mau senang bacalah buku
Tapi jangan sampai buku ini
Papeda sagu dari Irian Jaya
Ditunggu buku dan lomba selanjutnya
Santen peresaning klopo,
Cekap semanten atur kawulo