Lyla dan Temannya

Lyla dan Temannya

“Burhan” dia mengulurkan tangannya sambil tersenyum lebar, hingga kerut pipinya bergetar dan pipinya kelihatan berlesung menambah manisnya wajah bocah itu.

“Namaku Lyla. Aku tinggal baru disini bareng mama, papa dan kedua kakakku. Baru dua hari ini kami pindah”, jawab Lyla dengan kembali membalas senyum Burhan.

“Kamu kelas berapa?”tanya Lyla gadis cilik cantik itu kepada Burhan.

“Kelas 3. Lha Kamu?”, jawab singkat oleh Burhan.

“Sama, aku juga kelas 3. Jangan- jangan sekolah kita sama. Aku di SD Nurul Fikri di ujung kompleks ini”

“Memang benar. Sungguh kebutulan aku juga satu sekolah sama kamu”

Dari jauh mama Lyla memanggil dengan suara yang keras. Berdiri di ujung teras rumah.

“Lyla ayo, Adik belum mandi. Sudah sore” teriak Mama Anis, Mama Lyla.

“Burhan mamaku sudah memanggilnya. Besok pasti kita akan bertemu di kelas nanti. Dada Burhan”, begitulah pertemuan pertama Lyla dengan sahabat barunya Burhan. Sembari Lyla melambaikan tangan, ia berlari kecil ke rumah menuju rumah.

Setiap sore, sebelum jam lima Lyla akan mandi. Karena ia sangat rentan dengan udara dingin, sakit asmanya dapat kambuh. Dan setiap kambuh maka semua keluarga repot dibuatnya. Mamanya, Mama Anis, akan segera memanaskan air dan membuat tah hangat. Papanya Pak Rahman, akan mencari- cari dimana ia menaruh obat dan oksigen Lyla. Betapa kasih dan sayang orang tua Lyla sangatlah besar. Meski kedua orang tuanya pantang berucap demikian.

Lyla adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Kedua kakaknya sudahlah besar. Kakak pertama si Lea sudah duduk di bangku SMA IT Nurul Fikri, sedangkan yang kedua duduk di bangku SMP Lucky SMP Nurul Fikri dia sekolah. Sedang Lyla yang baru saja mendapat sekolah baru SD IT Nurul Fikri. Kedua orang tuanya adalah pekerja pegadaian, yang harus siap setiap waktu untuk dipindahkan.

“Kalau dik Lyla sudah mandi, jangan lupa buat PR buat besok”

“Mama, tadi Lyla ketemu teman baru. Namanya Burhan, rumahnya satu kompleks dengan kita. Dan dia satu kelas sama Lyla. Seneng deh Ma” ucap Lyla

“Burhan…! O ya Lyla sudah punya teman sendiri. Tapi kalau main hati- hati jangan sampai Lyla nanti kenapa- kenapa”, nasihat Mama Anis kepada Lyla anak kecil kesayangannya dan keluarga.

“Besok Mbak Lea akan ke Bandung” Mama Anis kembali memulai pembicaraan kembali

“Mbak Lea ke Bandung. Wah asyik nanti Lyla mau nitip ah. Beliin kaos Bandung biar mirip sama Cindy kan seneng bisa sama- sama teman”, pinta Lyla dengan wajah yang sumringah penu harap.

“Nanti Dik Lyla bilang sendiri ke Mbak Lea, ya?”, balas Bu Anis agar Lyla semakin bahagia.

“Dik Lyla buat PR aja ya. Jangan lupa sholat ashar dan nanti AC kamarnya dimatikan, biar asma Dik Lyla dak kambuh lagi. Mama mau siapkan makan malam. Bentar lagi kakak- kakak mu pulang. Papa pun habis maghrib pulang”

“Siap Mama!”

Segeralah Lyla gadis cilik cantik itu beranjak dari kursi meja makan, dan berlarian ke kamarnya di lantai dua. Jilbab putih kecilnya berkelebat bersamaan dengan lari kecilnya melewati tangga dan masuk ke kamar. Lyla gadis cilik cantik, yang patuh kepada kedua orang tuanya. Termasuk menjaga semua pantangan makanan dari dokter yang dinasihatkan. Lyla tidak pernah protes kepada Mama.

Lyla yang cantik, kini terdalam dalam meja belajar. Prestasi Lyla tidak pernah buruk. Selalu saja ia tidak pernah absen dari peringkat kelas. Jadi Lyla pun sekarang tidak mau luput dari prestasi itu. Meski kini ia harus berjuang di sekolah yang baru.

“Tok…tok…tok….”, pintu kamar Lyla diketuk.

“Sebentar Lyla sedang ngerjakan PR Ma”, jawab Lyla.

Beberapa menit kemudian ia bergerak menuju pintu dan membukanya.

“Burhan, kau kesini?”

“Iya tadi Mamaku sudah izinkan untuk main. Dan Tante Anis suruh langsung ke atas”

“Burhan…Burhan. Kamarku disini. Dan belum rapi, karena Mama masih bergilir merapikannya. Burhan Tunggu di teras saja. Nanti Lyla nyusul”, pinta Lyla ke Burhan.

“Burhan tunggu di teras ya…! Burhan kesepian di rumah, jadinya main ke rumah Lyla”, terang dari Burhan.

Segera Lyla menyelesaikan tugas dan menyusul Burhan di teras rumah, yang sudah menunggunya untuk bermain. Dia membawa komik kesukaan Lyla agar mereka berdua dapat membaca bersama- sama.

“Kamu suka baca komik nggak? Aku suka komik Kung Fu Boy. Adegan dan ceritanya itu lucu sekali. masa seorang anak kecil bisa menjadi hebat kaya gitu. Ya aneh gitu. Bisa dak ya kalau Lyla menjadi Kung Fu Girl. Hehehehe” mulailah mereka bercanda dan ketawa asyik membaca komik. Hingga mereka berdua lupa kalau adzan sudah berkumandang.

“Burhan kamu ndak pulang. Sudah malam dan Lyla harus sholat berjamaah dulu. Mama pasti sudah menunggu Lyla. Kak Lea dan Lucky pun sudah pada pulang. Kita mau Sholat maghrib dulu. Burhan pulang dulu ya”

“Iya Burhan pulang, nanti kalau ada kesempatan pas Lyla dak sedang ribet, pasti Burhan datang. Selamat malam Lyla. Nitip salam buat Tante Anis, Mbak Lea sama Mas Lucky”

Segeralah Burhan pulang untuk bersiap kegiatan malam. Sedang Lyla ke dalam rumah, untuk makan malam dan sholat maghrib.

Sholat maghrib usai dengan penuh khusyuk. Lantuan dzikir dan doa mengalir dari bibir kecil mungil Lyla. Berbagai doa terutama agar dosa serta kesalahan Lyla dan orang tua dapat diampuni oleh Allah Yang Mahaesa. Jilbab putih kecilnya mewarnai suci dan putihnya hati Lyla. Segeralah mereka sekeluarga makan malam di ruang tengah. Suasana yang sangat menjadi favorit oleh Lyla. Karena biasanya di meja itu, mereka akan bertukar cerita sehari dan curhatlah mereka semua.

“Mbak Lea besok ke Bandung ya? Mau kemana Mbak?”, mulailah Papa memulai.

“Ya Pa. Besok Lea ada kunjungan ke SMA 1 Bandung, dan nanti kunjungan ke Balai Bahasa, katanya disana ada lomba aklamasi puisi tingkat SMA. Biar bisa nimba ilmu”, jawab Mbak Lea

“Mbak Lea pengen kaya WS Rendra. Soale kemaren SMAnya kedatangan Rendra. Ya kan Mbak?”, tegas mama.

“Iya nanti hati- hati saja di jalan. Dan tetap dijaga agar tidak bercampur antara putra dan putri”

“Siap Papa. Pokoknya nasihat papa tetep Lea ingat dan Insyaallah dilaksanakan”, jawab Lea atas nasihat Papa.

“Mbak Lea, nanti Lyla dibelikan kaos bergambar gedung sate ya Mbak. Kayak Cindy biar bagus”, pinta sambil rengek kepada Mbak Lea.

“Iya- iya nanti Mbak Lea belikan buat Mama, Papa, Dek Lucky sama Lyla yang cantik sendiri”, pecahlah tawa satu keluarga di ruang makan malam itu.

Mas Lucky bilang bahwa diajak oleh temannya untuk nonton film Harry Potter sama teman- teman SMPnya. Namun Papa melarang untuk bersama.

“Mas Lucky nanti kita nonton bareng satu keluarga saja. Biar kita semua senang saja. Nanti ya kalau Mbak Lea sudah balik dari Bandung”

“Oya Mama, Papa tadi dapat salam dari teman Lyla. Burhan, namanya. Dia tadi main ke rumah. Dia tadi baca komik bareng Lyla. Di teras”, jelas Lyla kepada semua keluarga.

“Burhan tadi main ke sini Lyla?”, tanya Mama ke Lyla.

“Iya Ma”

“Kok Mama dak lihat”

“Mama Pas di dapur kan Ma? Kita tadi main di teras kok. Dan kita cuma main- main di teras kok”,

“Ooo. Ya sudah nanti kalau main ke sini, dikenalkan sama Mama saja. Biar pas. Kalau sudah selesai makan kembali ke kamar. Biar mama bereskan saja. Lea bajumua di packing jangan sampai besok terburu- buru. Lucky hafalannya nanti di murojaah sama Papa. Lea nanti mama nyusul ke kamar, Mama bacain kisah shahabat nabi”, ujar Mama ke semua anak- anak tercinta mereka.

Pagi hari sekali keluarga itu sudah bangun. Mama dan Papa sudah bangun untuk sholat malam, bersama Lea dan Lucky. Sedang Lyla baru dibangunkan menjelang subuh. Meski kadang pun Lyla sudah dibiasakan untuk sholat malam. Subuh mereka akan berjamaah. Papa dan Mas Lucky akan pergi ke masjid komplek untuk berjamaah di sana. Sedang Mama, Mbak Lea, dan Dik Lyla akan berjamaah di rumah saja. Usai subuh, mereka akan sibuk dengan lantunan ayat al quran. Semuanya semangat ketika pagi sudah mulai bangun bergeliat.

Lyla berangkat ke sekolah dengan semangat dan senyum manis pagi hari. Lyla berangkat bersama kedua kakanya diantar oleh Mama Anis. Sedangkan Papanya akan berangkat dengan menggunakan Trans Jakarta, lebih karena dekat dengan kantor. Dan Mama harus lela berjibaku dengan macet Kota Depok untuk mengantarkan ketiga buah hati mereka meski mereka bertiga satu komplek sekolah.

Lyla dengan begitu semangatnya bermain dan bercengkerama dengan kawan baru, di kelas tiga. Burhan dan teman- teman baru Lyla. Burhan memang sudah akrab, menjadi sahabat pertama dan yang paling dekat dengan Lyla, gadis mungil dengan jilbab putih menempel di kepalanya. Pertama dan berkali- kali ia bersama dengan Burhan untuk sekedar bertukar cerita, dan menikmati bekal makan siang mereka.

“Burhan, Lyla pulang dulu, Mama sudah nunggu”

“Burhan juga akan pulang. Umi dan Abi akan mengajak Burhan ke PRJ”

“Kalau Lyla, akhir pekan ini mau nonton film Harry Potter, bareng. Asyik deh”

“Burhan boleh ikut nggak? Sama Mama juga”, pinta Burhan ke Lyla sahabat baiknya.

“Boleh nanti tak bilang ke mama”

Hari ini usailah mereka berjumpa dalam sekolah. Hari- hari penuh bahagia seolah tak pernah terlewatkan satu pun dari diary Lyla.

“Dik Lyla. Mbak Lea belum pulang. Mbak Lea tadi SMS Mama kalau paling cepat nanti jam 9 malam”

“Dak Papa Ma. Dik Lyla nanti aja. Pasti Mbak Lea beliin kaos Gedung Sate, buat Lyla. Pas besok nonton film mau Lyla Pakai. Oya Ma Burhan mau ikut nonton barengan. Burhan sama mamanya kok. Biar ramai ya Ma”, cerita Lyla.

“Boleh asal nanti Lyla tetap sama Mama ya. Itu Mbak Lea mungkin sudah pulang”

“Ye Mbak Lea. Asyik….. Mbak Lea……”, teriak Lyla.

“Assalamu’alaykum”

“Wa’alykumusalam Mbak Lea”, jawab Mama dan Lyla bersamaan.

“Alhamdulillah Ma, tadi Lea bisa bertegur sapa dengan Rendra. Terus Lea minta tanda tangan”

“Mbak Lea, mana titipan Lyla. Dibelikan kan?”

“Wah rombongannya tadi nggak sempat main ke Gedung Sate. Tapi tadi tak belikan jilbab baru buat Lyla. Warnanya pink kesukaan Lyla”

“Mbak Lea ah. Kan Lyla sudah bilang Lyla minta kaos Bandung. Lyla sudah banyak kalau jilbab warna pink”, bantah kecil Lyla. “Mbak Lea tukang boong”

“Lyla, tunggu dulu. Besok Mbak Lea belikan”, pinta Lea yang melihat Lyla berlarian ke kamar Lyla lantai dua.

“Burhan Mbak Lea boong sama Lyla. Kemarin mau belikan kaos Bandung, tapi lupa”, cerita Lyla kepada Burhan, temannya.

“Jangan begitu Lyla, mungkin Mbak Lea emang kelupaan. Atau emang tidak sempat. Jangan ngambek”, tenang Burhan kepada Lyla.

“Burhan kok mbelain Mbak Lea. Tenang dulu”

“Lyla kamu bicara sama siapa?”, tanya Mama yang sudah bersadar di dekat daun pintu.

“Ini Lyla bercakap dengan Burhan teman Lyla”

“Mana Burhan. Burhan siapa Lyla? Tidak ada siapapun disini. Cuma Mama sama Dik Lyla”, kata Mama.

“Burhan teman Lyla. Yang sering ngobrol sama Lyla. Dan sering kesini kok Ma?”

“Tidak ada disini Lyla. Kamu ngobrol dengan siapa?”

“Lyla ngobrol sama Burhan Ma”

“Mbak Lyla sudah minta maaf. Tapi dik Lyla, jangan berkhayal seperti ini ya”

“Burhan, lihatlah Mama sudah tidak lagi sayang sama Lyla. Burhan tolong bilang ke Mama agar mereka tahu kamu Burhan”

“Lyla…..?”, Mama memeluk dengan erat Lyla putrid kecilnya dengan deraian air mata yang mengalir deras.

Malam itu Lyla tidak tahu, mengapa mamanya memeluk dan menangis dengan deras. Dari situlah Mama tahu kalau Burhan yang selama ini diceritakan oleh Lyla adalah tokoh fiktif olehnya. Sekarang Lyla menjadi sangat dekat dengan Mama dan keluarga. Tidak sedikitpun Mama biarkan ia sendiri di rumah.

“Lyla, Mama pengen bicara dengan Lyla. Burhan itu tidak ada Lyla. Lyla cuma berkhayal”, tutur mama dengan mendekati Lyla dan memperbaiki posisi jilbabnya.

“Burhan ada Ma. Dia sering temanin Lyla kalau Mama pergi”, jawab Lyla dengan mata berkaca- kaca.

Kembali mata Mama berurai air mata. Mendengar jawaban Lyla, yang sungguh memiriskan semua. Dan Lyla pun harus sekarang rajin ke Dokter Catur. Psikolog yang menjadi teman cerita Lyla saat ini.

“Bu Anis, Lyla termasuk anak yang Delusi. Dia punya tokoh ilusi yang diciptakan sendiri”

Kembali Mama Anis menangis mendengar uraian Dokter Catur siang itu.

Label: edit post
0 Responses

Posting Komentar