Goretan tinta untuk yang berjilbab biru



Telah lama hati dan raga ini tak bersua dalam naungan indahnya cinta yang bermayam dalam hati. Hati seakan dalam kungkungan penjara yang tidak ada terowongan, yang menyorotkan sinar temaram rembulan di tengah bulan. Entah apa yang akan ku gunakan untuk memanggil sang pujaan. Dinda, sayang, atau adek…. Tak kupedulikan apa itu sapaan buat kamu. Tapi berjuta harap dan asa yang ada, tetap akan menjunjung seleyaknya apa yang diungkapkan Khalil Gibran dalam syair dan puisi cintanya.

Sebagian hati yang ada di seberang raga, penyempurna agama yang masih terbang di atas kubah cinta sang pujaan, tak pernah terbesit dalam relung hati keelokan dari wajah dan paras simpulmu. Tak satupun perkataanku menyangkut dimana engkau saat ini, sedang apa kah engkau di waktu ku terlelah depan kesibukan dunia. Tak pernah masuk dalam tulisan rencana dan langkah hidupku, namamu ataupun dirimu. Entah engkau berada dalam megahnya rumah, manis dan manja mama papa, atau engkau adalah wanita perkasa yang menjajakan gorengan di pinggir jalan. Pesona indahnya akhlak dan harumnya adab sebagai seorang wanita mungkin itulah yang membuat hati ini terduduk malu dan kaku melihatnya. Membuat hati seakan gugur satu per satu, dan lirih menyenandungkan syair manis sang maestro Khalil Gibran. Pesona itulah yang membuat burung merak yang aduhai manis dan cantiknya, menampakkan kecantikan sayap yang selama ini tesembunyi dalam kelembutan peringainya. Adab itulah yang membuat kisah Laila Majnun menjadi populer dan kekal sepanjang zaman. Semangkuk sup akan tetap menghangatkan tubuh ini, dan hangat dan mesra perilaku akan tetap menghangatkan rasa cinta dalam dada. Tiada yang abadi untuk tetap mendampingi tumbuh serta berbunganya cinta, selain indahnya perangai dan adab bagi pendamping hidup.

Harapan yang mungkin akan selalu disuarakan oleh mereka yang saat ini sedang dalam ranumnya asmara, merahnya cinta. Harapan yang bagi mereka yang paham akan agama, akan dianggap harapan murahan, harapan buaya, dan harapan yang tak akan abadi. Namun apa kuboleh mengingkari, jeritan dan aksi dalam hati? Selama ia tak menggiring ke dalam bentangan permadani hijau yang serta merta membutakan hati nurani. Kutak ingin akan terulang kisah pilu yang sering kudengar dalam berita asusila, memalukan bangsa beradab ini. Atau kisah haru Nabi Yusuf dan Zulaikah yang menggetarkan para malaikat yang ada di langit dan bumi.

Balutan jilbab, jilbab berwarna biru itu yang menambah anggun dan piawai dengan paduan serta keserasian warna. Ya serba indah memang dimata pemujanya. Tak apalah, itulah apa yang dilihat oleh mata dan dirasakan oleh hati. Mungkinkah jilbab itu yang membuat mata tertegun untuk yang pertama? Bisa jadi ya. Tapi apa mungkin jilbab yang indah dapat menarik mata, tanpa ada isi serta materi yang dihijab (red: terlindungi, dibatasi) itu indah dan mengindahkan. Apa yang tercermin dari peringainyalah sebenarnya adalah apa yang ada di dalam isi dada. Ini bukanlah bualan seperti bualan kancil ketika menipu raja laut, buaya. Ini juga bukan janji yang penuh duri, bukan janji caleg, bupati, gubernur, atau presiden saat berada di atas panggung gembira bersama artis ibukota, mengorasi janji dan visi. Ini nyata dan ada. Itulah engkau wahai yang berjlbab biru. Jilbabmu membuat dirimu mudah melekat dalam pelupuk mata. Dan ayunan tangan, dan gelombang dari jilbabmu membuat muka ini merah padam menahan geram. Membuat hati yang rapuh remuk redam dan hancur berkeping – keping.

Terbayang olehku, ketika badan letih menantang ganas dan terjalnya dunia, engkau datang menyuguhkan sesisip senyum simpul manis penuh cinta. Membawakan secangkir cinta, selembar surat dari hati yang indah dipandang lagi didengar. Meneteramkan jiwa nan gundah, menghilangkan letih dan ringkih raga. Membaca manuscript kehidupan yang penuh cinta dari Zat Yang maha mencintai cinta, bersama. Engkau yang telah menjadi halal bagiku. Setiap langkah dan lambaian dalam teduhnya rumah tangga, akan bernilai pahala tak hanya pemuja saja. Cumbu penuh cinta akan menjadi bumbu dalam mengarungi pahala yang tak terbatas bagi dua insan yang bersatu dalam teduhnya pernikahan. Sungguh indah dibayangkan. Nikmat bila angan – angan ini menari – nari dalam lekat dan dekatnya sebuah mahligai keindahan suami istri. Seindah kisah cinta Sang Maestro cinta dunia Muhammad dengan Aisyah. Atau seklasik Romeo and Juliet oleh William Shakespare. Perhatian akan tertuju kepada sepasang insan, yang ada dalam teduhnya cinta.

Mawar akan makin indah kalau dilengkapi dengan duri-duri yang lancip lagi tajam. Begitu juga yang ada di dalam hati ini, pasti ada batu terjal serta gelapnya jalan. Apa yang diungkapkan dalam goresan tinta, tak seindah diksinya. Karena tembok menghijab kita. Tembok yang tiada satu pun dapat merebuhkannya, tembok dari zat yang mahaperkasa dan mahabijak. Ya memang bagi mereka yang belum terikat dalam sucinya pernikahan tidak ada hak untuk bersama, saling manja dalm cinta. Sungguh memang itu tidak boleh. Yang berjilbab biru bak mutiara yang semakin mahal karena kesucian jiwa dan raga yang terjag oleh lebai dan manisnya hijab. Biarkan yang indah itu akn menjadi bumbu bagi manisnya percintaan suami dan istri.

Wahai shinta yang berjilbab biru….

Tabu bagi kita untuk bersama tanpa ada kehalalan. Dalam balutan kasih sayang yang sah dalam agama. Tidak ada hokum yang menghalalkan kita, tidak ada yang berani menjamin kita untuk bersama dalam lirih dan merdunya syair – syair cinta. Mawar merah dalam dada makin berbunga, namun durinya telah membuat logika ini tersadarkan, bahwa engkau belum syah dalam dekapan rindu dan sayang ini. Biarlah kupu – kupu terpesona akan indahnya bunga mawar, dan yang tidak akan menghancurkan keindahan dan keharuman mawar yang sedang merekah. Jilbab biru akan tetap biru, seindah langit lazuardi di siang musim panas bulan juli. Biarkan lagu asmara ini mengiringi gembala itik menggembala itiknya di pagi dan sore hari, menambah semangat si penggembala. Nyanyian enthok dan bebek, menambah semarak hati yang telah berbunga oleh cinta pada si jilbab biru. Teduh dan lembutnya angin rindu ini, membuat mata dan hati kadang meregang bak bajak yang tak sabar segera membelah sawah, memecah kegalauan dalam tanah. Kesderhanaan dalam pertarungan rasa cinta akan menambah kenikmatan kelak kita bersanding bersama dalam mahligai rama shinta. Biarlah cinta yang sederhana ini akan menjadi luar biasa indahnya ketika kita bertemu dalam kehalalan. Biarlah sederhana ini seperti sederhana cinta kayu bakar terhadap api, yang tak sempat untuk bertutur meski ia telah hangus menjadi abu. Atau sesederhana cinta awan kepadaangin yang membuat ia luluh dan mencair menjadi hujan. Sungguh simpel dan sederhana. Sungguh cinta yang penuh pengorbanan tanpa ada rasa ingin mendahului dalam bercinta, biarkan bunga cinta ini tetap ada dalam bingkai yang membatasinya. Dan kelak akan kita petik, saat telah mencapai kulminasi.

Biarkan hati ini merasa penasaran terhadap kecantikan dibalik jilbab mu yang biru itu. Biarlah merah jambunya hati akan menjadi misteri dan rahasia yang hanya aku dan diksi puisi ini yang tahu, hanya mata dan jari yang membersamainya. Biarlah hanya aku dan Penggenggam jiwa yang tahu. Biarlah hati ini menjadi remuk padam saat bersua dengan teduhnya warna biru jilbabmu. Lemahnya hatilah penyebabnya. Cemburu yang menyatu dengan nafsu, itu malu. Kutak mau suci dan murni cinta ternoda oleh kotor dan jijiknya nafsu dua insane dalam cinta. Lelah hati ini akan terobati saat jemari ini menulis surat ini untuk mu. Anggur dan delima asrama telah ranum, dan masak nikmat dipandang mata.

Zat yang maha indah dan mencintai keindahan pasti dengan yakin, akan menentukan apa yang ada di balik ketentuan-NYA. Keadilan dan ketetapan yang pasti itu ada. Tidak ada cinta ynag terlewatkan, tidak ada buah yang ranum yang menghilang dari inang rumah kebunnya. Tidak ada mutiara yang tergeletak di jalan tanpa pemilik. Tunggulah engkau yang semakin manis dan cantik dengan balutan jilbab biru. Tunggu hingga aku dengan kesanggupan menjadi imam bagi mu, dengan kesetiaan untuk menjaga sucinya cinta, dengan bijak dan hangat seorang Arjuna. Meminta dengan syah kepada ayahmu untuk menikahkannya dengan ku. Sungguh berdegup kencang hati ini pastinya. Keringat dingin dan gugupnya kata tak bisa dielakkan. Namun itulah awal dari halalnya hubungan kita. Awal dari bahtera cinta penuh dengan pahal menjadi milik kita berdua, menjadi nahkoda dan awak yang siap membawa bahtera mengelilingi dunia asmara, dan berjelajah ke surga yang penuh dengan mata air abadi seyogyanya mata air itu adalah kehangatan cinta kita berdua. Bahtera penuh dengan keceriaan yang melemaskan syaraf otak yang kian menegang karena sesak dan panasnya dunia ini. Tunggu saja saat itu…. Tunggu aku di ruang tamu, jangan malu – malu engkau sembunyi di balik daun pintu. Jilbab biru mu tak akan menipu mata dan lubuk dada.

Label: edit post
0 Responses

Posting Komentar