Sahabatku….



Selepas isyak segera ku kembali dari masjid, dan menuju kontrakan. Kontrakan di daerah Kamolan itu memang dihuni oleh mahasiswa yang rata-rata sudah tahun terakhir di IAIN Walisongo. Aku yang juga mahasiswa di jurusan pendidikan agama islam. Memang tak pernah masuk dalam pikiran kalau aku bakalan masuk IAIN, apalagi jurusan pendidikan agama islam. Hal ini mengingat akan tingkah polah sewaktu SMA dulu. dan sekarang sudah hampir wisuda dan siap-siap kembali ke almamater SMA untuk mengabdikan ilmu.

Kalau teringat serasa aku menjadi makhluk yang paling berdosa. Kalau Mulan Jameela mendendangkan lagu Makhluk paling seksi, aku kebalikannya sudah enggak seksi malahan banyak godain cewek atau bahkan akhwat seksi. Memang dulu saya adalah siswa yang urakan di SMA. Suka terlambat masuk, pakaian tidak disetrika rapi, dan yang pasti sering berganti pacar. Kadang aku merasa aneh juga mengapa mereka pada mau dengan ku yang tampang nggak ganteng-ganteng amat. Kantong lebih sering kering, motor ada yang lebih baik lagi. Namun tetap saja kalau aku lagi suka sama cewek tak tembak pasti mau. Astaghfirullah…!

Tahun pertama hingga caturwulan pertama kelas 2, maklum dulu zamanku belum ada KBK ataupun KTSP, masih kurikulum 99. Perilaku masih urakan dan super nakal. Namun tetap minum alkohol, narkoba, dan free sex, adalah musuh bagiku. Cuma sering merokok, keseringan main ke alun-alun, jarang sholat apalagi puasa sunnah. Banyak waktu yang terbuang sia-sia tanpa ada hasil. Nonproduktif banget lah.

Di SMA ku banyak organisasi Pramuka, OSIS, Olimpiade Club, PMR, Paskibra, dan Rohis. Namun tak ada satupun yang mampu menarik hatiku. Biarpun Pak Kusneo selalu saja member nasihat ketika Upacara untuk aktif di organisasi, karena itu penting untuk kehidupan selanjutnya kelak. Peringkat kelas aku memang tidak jelek-jelek amat, aku termasuk duapuluh besar di kelas. Dengan kadar kenakalan, impaslah. Kenakalanku emang udah keterlaluan. Bayangkan ketika usai kelas satu saja aku udah mengantongi dua nama cewek berjilbab yang jadi pacarku. Tiwi dan Ina , cewek manis yang menjadi tambatan hati di awal kelas satu. Kelas dua aku mulai mengenal teman-teman yang aktif diorganisasi. Dan juga aku mengenal teman sekelas namanya Mujib, dia memang anak alim dan rajin sholat. Termasuk sholat dhuha ketika istirahat pertama jam 10.00. Di tengah kelas dualah saya tahu kalau dia adalah ketua Rohis di SMA ku. Dasar aku memang tidak aktif hingga ketua saja dak tahu.

Aku jadi teringat sahabatku yang satu itu. Dialah yang berjuang keras untuk mengubah kepribadianku menjadi seperti sekarang ini. Mash teringat ketika dia berjuang untuk membujukku sholat dhuhur bersama. Mengajak untuk main-main ke mushola, hanya sekedar untuk main saja, begitu dia bilang. Teman-temannya memang banyak mulai dari anak rohis hingga anak paskibra. Dia supel dan mudah sekali mencairkan suasana. Senyumnya manis di tambah lesung pipinya. Tapi kenapa dia tidak punya pacar sepertiku, akalu disandingkan denganku pastilah dia jauh lebih ganteng. Ganteng-ganteng tidak laku, lebih baik aku yang sedeng-sedeng saja namun laku. Itu pikirku awal dulu.

Dia memang sangat sabar. Dia sering main ke kosku dulu. dia bilang cuma untuk main-main saja. Atau sekedar menjalin silaturahmi. Karena begitu sering dan inten akhirnya kita pun asyik untuk mengobrol. Mulai dari mengerjakan PR bersama, hingga makan nasi goreng bareng di Pak Ndut. Ya karena inten mendekati ku dia pun sudah mampu memasukkan nilai-nilai kebaikan islam dalam pikiranku. Karena dialah aku lebih jarang meninggalkan sholat, dan mulai belajar membaca alquran. Oh sahabatku, ku merindukanmu kini.

Ku akui hingga kini, strategi untuk mengubah diriku sangatlah halus. Dalam keersamaan yang inten dia dapat mengubah kebiasaan main gameku, menjadi membaca buku. Meski perubahan itu tidak cepat. Hingga aku menjadi salah seorang pengurus Rohis di akhir kelas dua hingga akhir tahun. Sungguh perubahan yang ekstrim, menurutku saat itu. Bahkan aku pun dijadikan dia sebagai salah satu teman satu kelompok liqo-nya. Sungguh ekstrim.

Di tingkat akhir kelas tiga kedekatan kita sungguh semakin erat. Rizqi dan Teguh, kayak saudara gancet saja. Selalu terlihat bersama itu teman-teman bilang. Berbagi SMS nasihat sering kita lakukan. Namun tetap dialah yang lebih alim dan sholeh. Hafalan alquran dan hadits yang banyak tidak dapat ku kejar begitu cepat. Hingga pernah kita berujar bahwa “Antum adalah teman sejati bagi ane”. Syair SNADA Teman Sejati selalu saja mampu menitihkan air mata ketika ku putar kembali.

Selama ini ku mencari-cari teman sejati

Buat menemani perjuangan suci

Bersyukur kini pada-Mu Ilahi

Teman yang dicari selama ini telah kutemui

Denganya disisi perjungan ini

senang diharungi bertambah murni kasih Ilahi

Kepada-Mu Allah ku panjatkan doa

Agar berkekalan kasih sayang kita

Kepada-Mu teman ku mohom dokongan pengorbanan dan pengetian

Telah ku ungkapkan segala-galanya

Kepadu-Mu Allah ku Mohon restu

Agar kita kekal bersatu

Kepada mu teman

teruskan perjuangan pengorbanan dan kesetiaan

Telah ku ungkapkan segala-galanya

Itulah tandanya kejujuran kita

Sungguh syahdu hati ini ketika mengingat kebersamaan kita dalam perjuangan kecil kita di Rohis. Dirimulah yang mampu membangkitkan gairah untuk segera berbenah, dan memperbaiki diri. Antumlah yang selalu membnagunkan untuk tahajjud di sepertiga malam terakhir. Membantu menghafal juz Amma dan beberapa hadist arba’in. Selalu mengingatkan untuk berangkat liqo dan bakan menjemputnya kalau aku berhalangan. Ketika mengingat masa itu selalu saja air mata penuh haru tak mampu terbendung. Masih teringat olehku janji ketika perpisahan di gedung Bhakti Budaya. “Akh semoga kelak kita dipertemukan dalam keadaan yang lebih baik. Teruslah berjuang, dan saling menasihati”. Dan akhirnya kita terpisah Rizki kuliah di ITS dan aku kuliah di IAIN Walisongo, dekat dengan rumahku Ungaran.

Namun air mata haru itu kini semakin menjadi. Dua hari lalu aku menghadiri undangan walimah kakak alumni Rohis juga, Mbak Dwinna Kabid Kemuslimahan Rohis angkatan di atasku, menikah dengan ketua OSIS pada waktu itu Mas Arif. Pasangan yang cocok kukira. Mbak Dwinna dengan Jilbab super lebar, kalau dulu aku mengejeknya Mbak Dwinna jilbab sepre. Mas Arief si jenius di SMA ku, yang kini mau ambil S2 di Belanda. Pansangan yang sangat cocok. Memang orang yang baik itu dipersiapkan untuk orang yang baik pula.

Sebelum berangkat ke Ungaran untuk menghadiri walimahan, aku sudah sms-an dengan Rizki. Pikirku pasti ia juga mendapat undangan. Masak ketua Rohis dak mendapat. Mustahil. Benar ia akan datang dari Surabaya. Rizki kini kuliah di ITS, Jurusan Teknik Material. Wah asyik ini. Rizki yang sudah hampir tidak pernah ke Ungaran kembali. Karena keluarga besar pindah ke Surabaya semua. Senang sekali, rasanya sahabat yang lama tak jumpa kini akan hadir di depan mata. Buku “La Tahzan” ku bungkus untuk hadiah ke Rizki. Dan untuk pasangan mempelai ku bungkus batik parang, buku “Kado Pernikahan”. Baju batik kesanyanganku, celana hitam, dan selop hitam ku kenakan, ya biar nggak malu-maluin. Naik sepeda motor Smash Suzuki, ke Ungaran kira-kira 45 menit. Ku kenakan pula jaket Rohis di SMA dulu. be smart and friendly, motto kami waktu itu.

Sebelumnya bahwa Rizki kemungkinan akan sampai di Ungaran jam 09.45-an. Biasa bis Indonesia jarang yang tepat waktu. Ahad nikah sudah berjalan dengan sacral. Benar kalau menikah islami seorang ikhwah tidak perlu mewah, yang penting sah sesuai agama. Bayangkan untuk sekelas mereka, hanya menggunakan baju koko dan baju muslimah panjang dengan warna hijau lumut. Tanpa ad arias pengantin apalagi gaun pengantin yang super mahal.

Tiba-tiba ada taksi Blue Bird khas terminal Tembalang. Pasti itu Rizki tebakku. Karena semua teman-teman seangkatan Rohis sudah pada makan dan member selamat kepada Mbak Dwinna dan Mas Arif. Benar saja itu adalah taksi Rizki. Tampilannya memang agak berbeda, jengkot tipisnya dulu kini habis di pangkas. Kacamata minusnya kini telah berubah lebih baru lagi. Celana jeans hitam terbalut di kakinya. Namun mengapa ia membukakan pintu yang sebelahnya. Ternya dia adalah seorang wanita yang saya kira kenal. Oo dia adalah Nindha. Teman cewekku, yang kini di Kedokteran Unair. Tapi mengapa bersama dengan rizki.

Mereka bergandengan tangan dan begitu dekat. Untuk seukuran seorang ikhwah pasti ini aneh. Kalau sudah menikah kenapa tidak memberi tahu. Sebentar dan Rizki kini sudah di dekat kami semua. Bersalaman dan berangkulan sebagai seorang sahabat yang telah lama menghilang. Dan segera ia naik ke podium untuk member selamat kepada mempelai. Keherananku atas tindak Rizki ini belum juga hilang. Beribu tanda Tanya selalu saja menghantui pikiranku.

Dan kini giliran kita ngobrol. Pertama biasa pertanyaan yang lumrah ditanyakan seorang sahabat, kuliah, rencana setelah kuliah, kondisi keluarga, dan masih banyak. Hingga ke pertanyaan hubungan dengan Nindha. Rizki menjawab dengan tegas bahwa mereka sedang Pacaran, dan sebentar lagi tunangan. Sungguh langsung air mata ini menitih haru. Mengapa begitu cepat perahu berubah haluan? Masih teringat dalam ingatan tentang nasihat untuk tidak berpacaran dan anjuran untuk langsung menikah? Masih ingat tentang nasihat betapa nikmat pacaran setelah menikah. Bahkan buku hadiah miladku Nikmatnya Pacaran Setelah Menikah masih diatas rak bukuku. Sahabatku kini telah menjadi orang yang asing dan berbeda dengan dulu. kuteruskan ngobrol dengannya, namun kini sudah tidak lagi menyinggung masalah itu. Ketika kusinggung maka ia akan segera membalas, bahawa hidup adalah sekali, makanya jangan diambil susah. Sudah capek dengan dunia masjid yang begitu-begitu saja. Ketika kutanya liqo dia bilang dengan tegas sudah stop. Dengan alasan yang bersifat permukaan.

Kini seusai acara walimahan itu hanya tangis ketika mengingat sahabatku itu. Ya Allah Robb kami Yang Maha membolak-balikkan hati, kuatkan dan tetapakan hati ini di jalan-Mu, taqwa-Mu, dakwah-Mu dan mencintai-Mu. Amiin



Dari berbagai sumber. Disadur dengan polesan sedikit dari cerita Hamdani teman seperjuangan di SMA. Untuk sahabat2ku Rohis Hamdani, Bangkito, Dion, Ferry, Irfan, Danang, Dina, Nia, Siti, Uli. Semoga keteguhan kita di masa SMA akan tetap terjaga hingga senja membersamai kita. Jarak dan waktu telah membuat kita harus berjuang di tempat masing-masing. Semoga antum semua tetap di jalan dakwah.

Label: edit post
0 Responses

Posting Komentar